Jakarta – Fenomana lapar ayah atau hilangnya kehadiran peran ayah atau bapak dalam keluarga (fatherless) menjadi persoalan baru di tengah-tengah keluarga Indonesia. Ayah seharusnya tak hanya hadir secara fisik, tetapi ikut mencerdaskan, mendidik, mengasuh, serta memperhatikan pertumbuhan anak.
Fenomena hilangnya peran ayah kerap juga disebut fenomena lapar ayah. Maksudnya, anak-anak dalam keluarga lepas dari kasih sayang seorang ayah sehingga rawan membuat anak salah arah dan kehilangan figur keayahan. Bagi anak perempuan dan laki-laki, keduanya butuh sentuhan ayah dalam pembentukan karakter sebagai manusia unggul dan tangguh.
Pakar parenting, Bendri Jaisyurrahman, mengingatkan peran penting dan tanggung jawab ayah di dalam keluarga. Dia mengatakan, selama ini, masyarakat hanya mengenal kalimat hikmah ibu adalah sekolah pertama. Padahal menurutnya, kalimat hikmah itu masih memiliki lanjutannya yaitu ayah sebagai kepala sekolahnya.
Dengan melibatkan ayah dan ibu secara bersamaan, semakin menyadarkan bahwa generasi yang tangguh tidak cukup diasuh dari sentuhan ibu. Anak-anak juga membutuhkan kehadiran figur ayah. Sebagai kepala sekolah, ayah memiliki wibawa yang perlu dibentuk, visi dan misi yang diikuti, dan tanggung jawab besar untuk anak-anaknya.
“Munculnya anak-anak yang memiliki banyak masalah dalam kepribadiannya, banyak disebabkan oleh tidak adanya figur ayah sebagai panutan,” ujarnya.
Tidak munculnya figur ayah dalam keluarga juga disebabkan banyaknya para ibu yang berjiwa kering sehingga menjadi kewajiban bagi para ayah untuk membahagiakan istri-istrinya agar menjadi satu tim yang kuat dalam Pendidikan anak.
Beberapa poin di bawah ini adalah solusi untuk menghadirkan figir ayah dalam keluarga, yakni:
1. Pola Pengasuhan
Ayah harus hadir memberikan pengasuhan terhadap anak-anak dalam keluarga. Seorang ayah tidak sepantasnya memberikan pola pengasuhan kepada figur ibu semata karena seorang anak butuh sentuhan patriotisme dan keberanian sang ayah khususnya bagi anak laki-lakinya. Bagi anak perempuan, sosok ayah adalah cinta pertamanya yang memberikan perhatian, kasih sayang, dan memenuhi kebutuhan jiwa sang anak.
2. Membesarkan Jiwa Anak
Sosok ayah tidak boleh berdalih hanya sebagai tumpuan mencari nafkah sehingga kehadirannya hanya sebagai pencetak uang bagi anak-anaknya. Setiap keinginan anak diberikan, tetapi tidak disertai dengan nasihat dan pendampingan yang memadai. Sosok ayah tidak bisa hanya berperan untuk membesarkan fisik anak, tetapi tidak ikut membesarkan jiwa anak-anak mereka.
3. Berperan sebagai Kepala Sekolah
Jika sosok ibu berperan sebagai sekolah pertama bagi anak-anak, maka seorang ayah harus mengambil peran sebagai kepala sekolah bagi anak-anak di rumah. Maksudnya, sosok ayah harus membuat kurikulum pendidikan bagi anak-anak, menentukan langkah dan arah pendidikan serta pengasuhan anak, membuat target-target yang ingin dicapai sehingga sejak diri sudah tergambar bagaimana pola pendidikan yang diterapkan dalam keluarga.
4. Sahabat dan Teman Anak
Sesibuk apa pun seorang ayah, tetap harus punya waktu bagi anak-anak. Harus ada waktu khusus untuk mendampingi mereka, menjadi teman dan sahabat, sekaligus teman bermain atau teman curhat bagi anak-anaknya. Dengan begitu, kecenderungan dan kegalauan sang anak dapat terdeteksi secara dini oleh ayah yang inspiratif, aspiratif, dan peka untuk perkembangan anaknya.
5. Meneladani Peran Nabi
Sosok ayah juga penting hadir sebagai guru agama bagi anak-anaknya sebagaimana para Nabi hadir untuk mengajari anak-anak mereka dalam risalah Ketauhidan. Di antaranya, adalah kehadiran Nabi Muhammad SAW untuk anaknya Fatimah, Nabi Ya’qub AS terhadap anak-anaknya khususnya kepada Nabi Yusuf AS, Nabi Ibrahim AS kepada Nabi Ishak AS dan Nabi Ismail AS. Begitu juga dengan Ali Imran kepada anaknya, Maryam, Ibunda Nabi Isa AS, dan peran Lukman kepada anaknya, sebagaimana disebutkan dalam Kitab Suci Ummat Islam. (Aza/ disadur dari buku Masuk Surga Sekeluarga)